MEMBANGUN BRAND EQUITY

Definisi BRAND EQUITY atau Ekuitas Merek.

Konsep Variabel ini mengarah pada nilai tambahan yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dari produk dengan nama yang mudah dikenali jika dibandingkan dengan produk umum. Perusahaan dapat menciptakan Brand Equity untuk produknya dengan membuatnya mudah diingat, gampang dikenali, serta unggul dalam kualitas dan keandalan. Kampanye Marketing massal juga berkontribusi pada pembentukan Brand Equity.

Ketika suatu perusahaan memiliki Brand Equity positif, pelanggan dengan sukarela membayar harga tinggi untuk produknya, meskipun Konsumen bisa mendapatkan hal yang sama dari pesaing dengan harga lebih rendah. Pelanggan, pada dasarnya, membayar premi harga untuk berbisnis dengan perusahaan yang Konsumen kenal dan kagumi. Karena perusahaan dengan Brand Equity tidak mengeluarkan biaya lebih tinggi dibandingkan pesaing untuk memproduksi produk dan membawanya ke pasar, perbedaan harga tersebut menjadi margin keuntungan Konsumen. Brand Equity perusahaan memungkinkannya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari setiap penjualan.

Salah satu referensi buku terkemuka yang membahas teori brand equity adalah “Building Strong Brands” karya David A. Aaker. Dalam buku ini, Aaker menguraikan konsep brand equity secara mendalam, membahas strategi untuk membangun dan mengelola merek yang kuat, serta memberikan wawasan tentang bagaimana merek yang kuat dapat memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Buku ini banyak digunakan di kalangan akademisi dan praktisi pemasaran untuk memahami dasar-dasar dan konsep-konsep terkait brand equity.

Definisi Brand Equity menurut Para Ahli :

  • Kevin Lane Keller: “Brand Equity adalah efek tambahan yang diberikan pada produk dengan memasang merek yang sudah mapan dan berkualitas baik.” (Sumber: “Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity” – 2021).
  • David A. Aaker: “Brand Equity adalah seperangkat aset dan liabilitas terkait dengan nama merek dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai dari produk atau jasa yang disajikan oleh perusahaan.”(Sumber: “Building Strong Brands” – 2021).
  • Philip Kotler dan Kevin Lane Keller: “Brand Equity adalah nilai yang bisa diukur dan memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan dengan meningkatkan persepsi pelanggan dan daya tarik merek.” (Sumber: “Marketing Management” – 2022).
  • Jean-Noël Kapferer: “Brand Equity adalah keunggulan diferensiasi yang menjelaskan mengapa sebuah merek lebih disukai daripada yang lain.” (Sumber: “Strategic Brand Management: Creating and Sustaining Brand Equity Long Term” – 2020).
  • Scott M. Davis: “Brand Equity adalah daya tarik, kepercayaan, dan daya ingat konsumen yang diberikan pada sebuah merek.” (Sumber: “Brand Asset Management: Driving Profitable Growth Through Your Brands” – 2019)


Brand Equity berbasis pelanggan (Customer-based Brand Equity atau CBBE) digunakan untuk menunjukkan bagaimana kesuksesan suatu Brand dapat secara langsung dikaitkan dengan sikap pelanggan terhadap Brand tersebut. Model CBBE yang paling terkenal adalah Model Keller, yang dikembangkan oleh Profesor Marketing Kevin Lane Keller dan dipublikasikan dalam bukunya yang berjudul Strategic Brand Management. Dengan evolusi Marketing, fokus perusahaan beralih ke pelanggan. Pelanggan yang bahagia berarti keuntungan. Perusahaan menyadari bahwa untuk menjadi lebih menguntungkan, Konsumen harus melampaui sekadar membuat pelanggan bahagia dan membangun hubungan yang kuat dan resonansi dengan Konsumen. Hubungan, tentu saja, dibangun di atas fondasi yang kuat dan berkembang seiring waktu.

Model Keller berbentuk piramida. Tahapan ekuitas Brand bergerak ke atas menuju puncak, dan keunggulan sederhana dari model ini adalah bahwa mudah untuk mengetahui tahapan mana Brand berada dan apa yang perlu dilakukannya untuk mencapai tahap yang lebih tinggi.

Berikut adalah Penjelasan dari Brand Equity Framework diatas :

Tahap 1: BRAND IDENTITY
(Karakter Bisnis)

Brand Identity adalah bagaimana pelanggan melihat Brand Anda dan membedakannya dari Brand lain. Ini adalah tahap paling penting dan harus kuat untuk mendukung bagian piramida di atasnya. Identitas Brand berkembang ketika pelanggan awalnya tidak menyadari produk dan nilai Anda, kemudian Anda dapat menarik perhatian Konsumen dengan kampanye iklan dan Marketing terarah yang meningkatkan kesadaran.

Langkah-langkah yang harus diambil oleh sebuah perusahaan untuk membangun Brand Identity yang kuat sangat bervariasi, tetapi beberapa poin berlaku secara umum untuk banyak kasus. Pertama, menganalisis perusahaan dan pasar dengan melakukan analisis SWOT menyeluruh, termasuk kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, membantu manajer memahami situasinya untuk menetapkan tujuan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya. Kedua, menentukan tujuan bisnis utama yang akan diakomodasi oleh Brand Identity. Sebagai contoh, jika sebuah produsen otomotif mengejar pasar mewah tertentu, iklannya harus dirancang untuk menarik pasar tersebut dan muncul di saluran dan situs di mana calon pelanggan cenderung melihatnya. Ketiga, mengidentifikasi pelanggan dengan melakukan survei, mengadakan Focus Group Discussion (FGD), dan melakukan wawancara satu lawan satu dapat membantu perusahaan mengidentifikasi kelompok konsumennya. Terakhir, brand perlu menentukan kepribadian dan pesan yang ingin disampaikan. Perusahaan perlu menciptakan persepsi yang konsisten daripada mencoba menggabungkan setiap karakter positif yang mungkin: utilitas, keterjangkauan, kualitas, modernitas, kemewahan, gaya, selera, dan kelas. Semua elemen Brand Identity, termasuk teks, gambar, allusi budaya, dan skema warna, harus sejalan dan menyampaikan pesan yang integratif.

Tahap 2: BRAND MEANING
(Makna Eksistensi Bisnis)

Brand Meaning mengacu pada pemahaman yang dimiliki oleh pelanggan terhadap suatu merek ketika mereka mulai menyadarinya. Ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah fitur produk berfungsi dengan baik, apakah dapat diandalkan, bagaimana tampilannya, kualitas layanan pelanggan, dan apakah memberikan nilai yang diharapkan. Konsep Brand Meaning dibagi menjadi dua aspek utama:

  • Brand Performance: Ini terkait dengan kemampuan merek untuk “melakukan apa yang dikatakan” dan berkinerja baik dari waktu ke waktu. Merek yang konsisten dalam memberikan nilai dan kinerja yang dijanjikan akan mendapatkan kepercayaan dan kesetiaan pelanggan.
  • Brand Image: Merupakan persepsi atau citra yang dimiliki oleh pelanggan terhadap merek. Bagaimana merek terlihat bagi pelanggan sangat penting. Brand Image ini harus tercermin dalam strategi pemasaran untuk menciptakan kesan yang sesuai dengan karakteristik merek tersebut.

Untuk membangun Brand Meaning yang kuat, langkah-langkah strategis kritis melibatkan pemahaman mendalam terhadap target pasar, menjaga konsistensi merek dalam desain dan pesan, memberikan pengalaman positif kepada pelanggan, dan menciptakan narasi merek yang kuat. Melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan merek, berinovasi secara berkelanjutan, dan membangun komunikasi terbuka serta jujur juga sangat penting. Selain itu, dukungan karyawan, responsabilitas sosial, dan evaluasi terus-menerus terhadap kinerja merek juga menjadi elemen utama dalam membangun makna merek yang positif dan relevan. Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten, merek dapat membentuk persepsi yang kuat dan positif di benak pelanggan.

Tahap 3: BRAND RESPONSE
(Perasaan terhadap Brand)

Setelah pelanggan membeli Brand, pertanyaannya apakah itu memenuhi ekspektasi dan harapan Konsumen? Jika Konsumen menyukai produk, Konsumen memiliki perasaan terhadapnya, dan Konsumen akan memberi tahu teman, keluarga, dan media sosial untuk membeli satu. Konsumen mulai menjadi Brand Advocate. Jika Konsumen kecewa dengan pembelian Konsumen, penilaian Konsumen akan negatif, dan Konsumen tidak akan membeli lagi, bahkan mungkin mengkritiknya secara agresif. Mereka akan bisa menjadi Brand Detractor sehingga Perusahaan perlu menanggapi penilaian dan membangun perasaan positif.

Untuk menciptakan perasaan positif pelanggan, penting bagi perusahaan untuk secara aktif memonitor dan merespons umpan balik pelanggan. Dengan memahami ekspektasi dan harapan konsumen, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk atau layanan mereka. Komunikasi terbuka dan transparan juga memainkan peran penting, baik dalam menanggapi umpan balik positif maupun negatif. Memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa, mendengarkan dengan seksama terhadap kebutuhan dan masukan pelanggan, serta memberikan solusi efektif jika terjadi masalah, akan membantu membangun hubungan positif dengan pelanggan. Selain itu, memotivasi pelanggan untuk berbagi pengalaman positif mereka melalui testimoni atau media sosial juga dapat memperkuat Brand Image dan memperluas jangkauan pengaruh positifnya.

Tahap 4: BRAND RESONANCE
(Kekuatan Hubungan)

Ketika konsumen begitu sangat menikmati suatu brand sehingga mereka tidak mempertimbangkan untuk membeli merek lain, merasa terikat secara emosional dengannya, dan merasa terhubung dengan konsumen lain. Menurut Keller, Brand Resonance adalah kondisi di mana konsumen merasakan ikatan psikologis dengan merek yang mereka beli atau konsumsi. Brand Resonance mencerminkan sejauh mana hubungan antara konsumen dan merek, serta sejauh mana konsumen merasa terhubung dengan merek tersebut.

Untuk meraih Brand Resonance yang kuat, perusahaan dapat mengimplementasikan beberapa strategi. Pertama, fasilitasi interaksi terus-menerus antara merek dan pelanggan melalui media sosial atau kegiatan acara. Selanjutnya, personalisasi pengalaman pelanggan dengan menyesuaikan produk atau layanan sesuai preferensi individual. Penawaran nilai tambahan seperti program loyalitas dan hadiah eksklusif juga dapat memperkuat resonansi merek. Membangun komunitas penggemar baik online maupun offline juga merupakan langkah kunci, sementara penekanan pada nilai-nilai merek dan tujuan perusahaan dalam komunikasi pemasaran juga berkontribusi pada pencapaian Brand Resonance.

Pelayanan pelanggan yang unggul dan responsif, bersama dengan inovasi berkelanjutan dalam produk atau layanan, dapat membantu mempertahankan relevansi dan memperdalam keterikatan emosional pelanggan terhadap merek. Dengan menerapkan kombinasi strategi ini, perusahaan dapat membangun hubungan yang mendalam dan memenangkan loyalitas pelanggan yang tinggi.

Berikut adalah beberapa Variabel Marketing beserta contoh pertanyaan yang berhubungan dengan Brand Equity:

  1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
    Seberapa banyak orang yang menyadari atau mengenali merek Anda?
  2. Brand Association (Asosiasi Merek)
    Jenis asosiasi atau atribut apa yang terkait dengan merek Anda di mata pelanggan?
  3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
    Bagaimana pelanggan menilai kualitas produk atau layanan dari merek Anda?
  4. Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)
    Seberapa puas pelanggan dengan pengalaman mereka menggunakan produk atau layanan merek Anda?
  5. Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan)
    Seberapa setia pelanggan terhadap merek Anda dan sejauh mana mereka cenderung kembali menggunakan produk atau layanan Anda?
  6. Brand Reputation (Reputasi Merek)
    Bagaimana reputasi merek Anda di mata konsumen, termasuk persepsi tentang integritas, keandalan, dan tanggung jawab sosial?
  7. Brand Loyalty (Kesetiaan Merek)
    Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih atau tetap menggunakan merek Anda daripada beralih ke merek pesaing?

Beberapa contoh Studi Kasus mengenai Brand Equity di Perusahaan Global:

NIKE

Nike telah mencapai kesuksesan melalui upaya pemasaran yang cemerlang dengan membangun Brand Associations yang positif. Melalui kampanye pemasaran yang berfokus pada perasaan motivasi dan kemenangan, terutama dalam iklan TV yang membangkitkan emosi, Nike berhasil menghubungkan mereknya dengan pengalaman yang mendalam bagi konsumen.

Dukungan dari atlet terkemuka seperti Cristiano Ronaldo dan Serena Williams, yang memiliki citra pribadi yang positif di mata publik, telah memperkuat Brand Associations Nike. Keberhasilan ini menunjukkan betapa pentingnya membangun asosiasi merek yang menginspirasi dan positif untuk mendukung pertumbuhan dan daya tarik merek di pasar.

APPLE

Apple tak terbantahkan sebagai pemenang dalam hal brand loyalty. Konsumen saat ini lebih memilih berbelanja secara online, namun banyak pelanggan Apple masih cukup setia untuk antri dalam antrean panjang saat peluncuran iPhone terbaru. Pelanggan setia menolak untuk beralih dari ekosistem iOS, bahkan jika itu berarti membayar lebih mahal untuk perangkat mereka. Mengapa?

Brand Loyalty Apple sebagian besar berasal dari pengalaman mereknya. Apple dikenal dengan desain yang bersih dan minimalis, dan produk-produk terbarunya (seperti AirPods dan AirTags) inovatif sambil tetap mudah diintegrasikan ke dalam ekosistem Apple. Karena branding yang terstruktur, produk-produk Apple juga sering dianggap sebagai produk berkualitas tinggi.

COCA-COLA

Coca-Cola telah menjalankan puluhan kampanye Brand Marketing yang sukses selama bertahun-tahun. Berkat penggunaan slogan-slogan luas seperti “rasa dingin dan segar Coca-Cola,” Coca-Cola sering dianggap memiliki kualitas lebih tinggi daripada Pepsi, meskipun kedua minuman ringan tersebut memiliki bahan hampir sama persis.Coca-Cola mengumpulkan ekuitas merek positif ini melalui merek dagang ikoniknya dan asosiasi positif dengan kebahagiaan dan kesegaran.

TOYOTA

Toyota tidak selalu memiliki Brand Equity yang kuat. Dari tahun 2009 hingga 2011, ketika Toyota melakukan penarikan lebih dari 20 juta kendaraan di seluruh dunia karena cacat pedal gas, perusahaan kehilangan banyak kepercayaan konsumen. Akibatnya, Toyota mengalami penurunan yang signifikan dalam persepsi kualitasnya.

Meskipun Toyota membutuhkan waktu untuk pulih dari dampak penarikan tersebut, statistik menunjukkan bahwa persepsi pelanggan sudah mulai membaik sebelum penarikan selesai. Dengan fokus pada pembuatan produk berkualitas dan peluncuran acara penjualan yang dirancang untuk menambah nilai dan mempromosikan loyalitas pelanggan, Toyota berhasil mendapatkan kembali reputasinya untuk mobil yang tahan lama dan nilai mereknya pun pulih.

BURGER KING

Sejak berdiri, Burger King tertinggal dari satu pesaing utama restoran cepat saji: McDonald’s. Namun, seiring dengan kesadaran konsumen Amerika yang semakin peduli terhadap kesehatan, Burger King kehilangan posisi nomor dua—memberikan jalan bagi rantai-rantai yang berhasil menarik pelanggan yang peduli pada kesehatan, termasuk Wendy’s dan Subway. Di atas itu, iklan kontroversial Burger King menarik perhatian negatif, lebih merusak nilai persepsi merek Burger King.

Pengalaman pelanggan yang negatif memengaruhi ekuitas merek Anda. Penting untuk menanggapi umpan balik dan ulasan kritis, untuk menjaga reputasi dan ekuitas merek Anda tetap tinggi.Upaya pemasaran merek Anda harus menarik bagi pasar target Anda. Gunakan pesan, emosi, dan proposisi nilai yang konsisten untuk membantu pelanggan membedakan merek Anda dari yang lain dan memberi mereka alasan untuk memilih Anda.


Hari Kurniawan, S.E., M.M. [harikurniawan.com]